Orang-orang Terancam

Feeling Threatened: Muslim-Christian Relations in Indonesia’s New Order (2006), itulah judul disertasi doktoral dosen IAIN Antasari di ISIM/Leiden, Belanda. Ia mengkaji hubungan Muslim-Kristen Indonesia pada masa Orde Baru, menggambarkan ketidaknyamanan hubungan keduanya karena dipenuhi kecurigaan dan rasa saling terancam yang bermuara pada problem politik. Secara tidak langsung, disertasi tersebut “menguatkan” dua thesis master saya, Wacana Kristenisasi di Indonesia dan Implikasinya pada Hubungan-Muslim Kristen (2002) di Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Christianization and Islamization Discourses in Modern Indonesia: A Struggle for Representing Power (2005) di Florida International University, Mimai, USA (2005).

Dalam thesis pertama saya mengkaji implikasi wacana Kristenasisasi terhadap hubungan Muslim-Kristen dan melihat respon pihak Kristiani terhadap wacana tersebut. Sedangkan di thesis kedua, sebagai pengembangan dari thesis pertama, saya mengungkap tidak hanya wacana Kristenisasi di media massa Muslim namun juga wacana Islamisasi yang muncul di media massa Kristiani, mulai dari sejarah kemunculnya, konteks sosial budaya dan politik, proses produksi dan agensinya, siklus kemunculannya, serta mindset di balik wacana tersebut.

Beberapa point yang bisa dipetik dari dua thesis tersebut, antara lain, siklus kemunculan wacana tersebut ternyata pararel dengan momen politik nasional. Ada kecenderungan produksi wacana Kristenisasi dan Islamisasi meningkat setiap menjelang pemilu. Ini mengindikasikan kelekatan wacana tersebut dengan “power” yang tengah diperebutkan. Coba tengok selebaran dan isu yang beredar saat pemilu kemarin: “Jangan pilih partai P sebab ia di back up kelompok K”; “Istri capres atau cawapres X bergama K”; juga “hati-hati, bila partai yang berasaskan I ini menang maka Indonesia akan menjadi negara theokrasi seperti Arab.”

Nuansa kecurigaan tersebut muncul karena hubungan Muslim-Kristen di Indonesia selama ini dilandasi oleh tiga nalar: (1) ketakutan dan kekawatiran; (2) kalah-menang; dan (3) keterancaman. Sebagai missal, pihak Muslim merasa terancam dan khawatir dengan data statistik yang menyebutkan prosentase pemeluk Kristen selalu mengalami kenaikan. Mereka menganggap hal itu buah dari proses panjang kristenisasi di berbagai bidang yang berkongsi dengan penguasa awal Orde Baru. Di lain pihak, komunitas Kristen takut pada kemungkinan Indonesia menjadi Negara Islam dan kawatir dengan DPR/MPR yang makin lama makin ‘hijau’. Mereka juga menilai sejak akhir Orde Baru pemerintah makin akomodatif dengan kebijkan yang pro Islam seperti pendirian bank syariah, UU Perkawinan, UU pornografi, UU pendidikan dll. (Contoh-contoh lain, silahkan baca thesis saya saja, he he).
__________

Sebenarnya, pola hubungan tidak sehat yang diselimuti kecurigaan dan keterancaman tidak melulu khas Indonesia, namun juga berkembang di negara-negara Barat yang menjadi embahnya demokrasi. Lihat saja video tentang Muslim Demographic ini. Nuansa kekawatiran itu sedemikian kental. Simak baik-baik pernyataan terakhir sang narrator.

Untungnya masyarakat sudah cerdas. Sadar bahwa video di atas sangat provoatif dan berpotensi memunculkan konflik horizontal dengan menggunakan sentimen agama, ada yang membuat video bantahan seperti ini:

Sampai di sini, ternyata membangun relasi antar komuntas berbeda secara tulus itu tidak mudah. Video pertama di atas menandakan demokratisasi saja tidak cukup, sebagian masyarakat Barat sendiri sedang ketakutan dengan sistem ‘suara terbanyak’ yang mereka buat. Perkembangan pesat komunitas Muslim di Eropa dan Amerika Utara menjadi sumber ketakutan baru. Tingginya Muslim growth population karena arus migrasi dan new born serta keenganan orang Barat bereproduksi dianggap telah mengancam ekistensi budaya Barat. Untuk membendungnya, sampai-sampai Perancis mengeluarkan larangan pemakaian simbol-simbol agama, termasuk mengenakan jilbab, di sekolah-sekolah negeri. Bahkan, mereka tengah menggodog undang-undang pelarangan wanita mengenakan niqap (cadar) di ruang publik serta burkini (pakaian renang lengkap dengan penutup kepala, tunik dan celana panjang) di kolam renang umum. Paranoid telah mendorong mereka berbuat apa saja, sekalipun harus melanggar ide besar yang selalu mereka dengungkan, HAM.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.