PhD by Research

PhD by research tampaknya cocok untuk mahasiswa yang “malas” ikut perkuliahan seperti saya. Memang betul, saat aplikasi ke kampus calon mahasiswa harus sudah punya draft proposal disertasi, dan itu bagian dari persyaratan. Akan lebih baik bila jauah hari sebelum mendaftar sudah punya draft sebab proposal tersebut sangat berguna untuk hunting profesor yang kira-kira tertarik dan bersedia menjadi supervisor. Sebelum mengirim aplikasi ke kampus yang dituju, ada baiknya melakukan kontak-kontak dengan calon supervisor. Bukti korespondensi dengan professor tersebut akan memudahkan memperoleh LoA dari bagian admisi kampus. Kalau sudah ada professor yang bersedia membimbing, biasanya bagian admisi tinggal menunjuk co-supervisor.

Enaknya PhD by research itu mahasiswa bisa langsung fokus ke object yang akan diteliti tanpa diribeti dengan tugas-tugas kuliah. Secara umum, full-time student PhD by research dapat jatah study minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun. Tahun pertama biasanya digunakan untuk mematangkan proposal disertasi, tahun kedua untuk field work, dan sisanya, tahun ke tiga dan keempat, untuk menulis disertasi secara lengkap.

Pada tahun pertama biasanya supervisor akan “mempush” PhD student melakukan bibliographical review yang berkaitan dengan teori, metode dan topik yang dikaji. Kadang-kadang mahasiswa dibuat “bingung” dan terasa diombang-ambing; diminta baca buku/jurnal yang sepintas tidak sesui dengan topik riset. Saking banyaknya bahan yang harus dibaca dan dibuat report untuk pertemuan mingguan atau dwi-mingguan, seorang teman dari department lain sampai bilang: “jangan harap anda bisa santai; supervisor itu nggak ingin mahasiswanya ngangur walau hanya sejenak. Selesai satu bacaan segera disusuli bacaan lain.” Tidak jarang draft teori dan metodologi yang diajukan ke supervisor tidak segera di-acc.

Ungkapan “your report/paper is good, but I want it better,” atau “please convince me!,” juga “I want to push you in order to be the best,” sangat sering terdengar saat mahasiswa menghadap supevisor. Belakangan saya menyadari bahwa semua proses itu bagian dari “cara” supervisor membimbing agar mahasiswa melihat topik riset secara komprehensif bahkan kemungkinan dari persepektif yang berbeda sekalipun.

Bisa dibilang tahun pertama adalah masa-masa tersulit. Mahasiswa diminta menyiapkan proposal riset yang harus dipresentasikan pada ujian “confirmation”. Dalam confirmation tersebut mahasiswa harus mempresentaskan rencana risetnya dihadapan 2 supervisor, external examiner, serhati hadirin lain yang biasanya PhD student atau juga dosen serta menjawab pertanyaan2 yang muncul. Confirmation inilah yang akan menentukan apakah proposal riset kita layak untuk diteruskan tanpa revisi, boleh dilakukan tapi dengan perbaikan, atau ditolak dengan konsekuensi status PhD student kita terancam pupus.

Setelah external examiner serta supervisor menyatakan riset project yang diseminarkan layak untuk diteruskan, mahasiswa diperbolehkan melakukan field work, itupun setelah memperoleh ethical clearance. Untuk medapatkan ethical clearance tersebut harus melewati serangkaian proses yang membutuhkan pikiran dan waktu yang tidak singkat. Meski demikian, ide dari ethical clearance tersebut saya pikir sangat bagus, sebab memberikan perlindungan kepada subyek penelitian agar tidak menjadi korban exploitasi peneliti atas nama kerja ilmiah. Di Indonesia ethical clearance ini belum menjadi prasarat namun di negara-negara maju sudah.

Bagi saya, tantangan terberat PhD by research adalah menjaga konsistensi untuk selalu keep going on the project di tengah berbagai godaan. Bukan hanya godaan terhadap gaya hidup yang serba “wah” di masyarakat Barat, atau juga rasa kangen yang luar bisa pada keluarga di tanah air, tapi juga godaan untuk switch ke topik lain yang sepintas lebih menarik setelah melakukan literature review.

Meski banyak godaan dan tantangan, ambil program PhD di luar negeri itu lebih “kondusif” dibanding di negeri sendiri. Kalau di kampung sendiri proses menulis cenderung kurang fokus sebab terlalu banyak aktivitas extra seperti ronda, rapat RT, jagong manten, pertemuan organisasi, atau mungkin juga godaan untuk terlibat dalam proyek sambilan. Proses menulis disertasi sering terbengkalai karena disibukkan oleh aktivitas extra tersebut. Akibatnya program doktor di tanah air rata-rata diselesaikan di atas 6 tahun. Belum lagi kalau ada hambatan sumber literatur yang belum tersedia di perpustakaan-perpusatakaan lokal.
_____________

Setelah disertasi selesai, kewajiban mahasiswa hanyalalah “men-submit” disertasitasinya ke program studi. Program studi lalu akan menunjuk “penguji” dari luar kampus. Setalah membaca dan menelaah disertasi tersebut, penguji akan menilai apakah disertasi tersebut diterima dan ybs layak diberi gelar Dr, atau harus ada minor revision, mayor revision, atau kadang, meski kasusnya jarang, diperlukan oral defense. Semua proses tersebut ditenggat oleh batasan waktu yang jelas sehingga mahasiwa tahu kapan hasil

Setahuku, PhD by research itu corak Eropa dan Australia namun keduanya ada perbedan. Kalao di Eropa, Belanda misalnya tidak ada ujian proposal. Proposal cukup di acc oleh supervisor, namun ada ujian desertasi (oral defense). Di Australia sebaliknya, ada ujian proposal namun umumnya tidak ada oral defense/ujian disertasi.

Sebagai ganti tidak ada kelas, PhD student di Australia biasanya dapat fasilitas ruang/office untuk kerja, dan kalo di kampus saya, lengkap dengan PC baru, unlimited internet access, serta acces pinjam buku-buku perpustakaan untuk waktu yang lebih lama. Selain itu, biasanya program study juga menawarkan berbagai macam workshop, seminar, dll. yang menunjung untuk riset/menulis disertasi.

Selain itu, program study juga memberikan allowance tiap mahasiswa untuk kepentingan riset, beli buku, atau menghadiri conference di dalam maupun luar negeri. Besarnya bervariasi tergantung tingkat “kemakmuran” prodi. Di tempat kami misalnya, Departemen International Business & Asian Studies (IBAS) Griffith University Brisbane QLD, memberi 4000 AUD, di departemen lain cuma 3500 AUD.

Skian dulu, semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.