Ukhuwah Sejak dalam Pikiran

Mau dan mampukah kita menyapa, bergaul, bekerjasama, atau bahkan menolong orang yang berbeda dengan kita? Beragam perbedaan, mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan, agama, suku, jenis kelamin, hobby, pekerjaan, partai politik, dll.; bisakah kita secara ikhlas menerima kehadirannya di sekitar kita?

Setidaknya ada empat kategori cara memandang perbedaan ini.

  1. Pertama adalah orang yang menganggap segala yang berbeda dengan dirinya sebagai musuh.
  2. Kedua adalah orang yang tidak peduli terhadap semua yang berbeda darinya, sekedar menyapanya pun tidak mau.
  3. Ketiga, orang yang menganggap perbedaan itu sebagai alasan untuk menjalin kerjasama.
  4. Dan keempat, orang yang memandang perbedaan sebagai modal untuk saling memperkaya.

Dua kategori pertama tersebut merupakan cara pandang negatif terhadap perbedaan, sedangkan dua yang terakhir sebagai cara pandang positif. Kedua cara pandang tersebut berimplikasi terhadap keharmonisan hidup di alam yang majemuk ini. Secara internal, cara pandang tersebut juga berimplikasi pada kualitas persatuan atau ukhuwah umat Islam. Sulitnya membangun ukhuwah diantara umat Islam yang terdiri dari berbagai aliran, faham dan golongan dipengaruhi oleh masih kentalnya cara pandang negatif terhadap perbedaan di kalangan umat Islam. Kualitas ukhuwah yang berjalan selama ini, apakah masih sekedar basa-basi atau sudah mewujud dalam ukhuwah yang autentik, juga dipengaruhi oleh mind set kaum muslimin dalam memandang perbedaan dan keanekaragaman di kalangan umat Islam.

Sudah sejak 14 abad yang lalu Al-Quran menyadarkan kita bahwa Allah SWT menciptakan makhluk yang sangat plural, majemuk dengan segala aneka rupa perbedaan. QS. Al Hujarat ayat 13 menegaskan:

“Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempauan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesunggunya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.

Sungguh Allah Maha Mengetahui, Mata teliti.

Ayat tersebut mengajarkan kita bahwa kenyataan perbedaan suku, bangsa, golongan, dll. tidak untuk saling memusuhi dan mengisolasi diri, tapi untuk saling mengenal. Kita akan bisa saling mengenal secara efektif dan produktif bila cara pandang terhadap perbedaan tersebut berbasis pada perspektif atau cara pandang positif: bahwa karena berbeda, maka saling menyapa, lalu bekerja sama, sehinga perbedaan tersebut menjadi berkah yang saling memperkaya.

Karena itu, sulit persatuan atau ukhuwah akan terjadi bila cara pandang kita terhadap perbedaan masih selalu diliputi perspektif negatif; bahwa yang berbeda itu pasti musuh dan tidak perlu disapa. Persatuan, baik itu pada internal umat Islam (ukhuwah islamiyah), dalam sebuah bangsa (ukhuwan wathaniyyah), maupun persatuan kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah), akan terwujud bila kita sudah bisa bersatu dalam keanekaragaman mulai dari dalam pikiran kita masing-masing.

Catatan:
Pernah dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah, Sumber Gambar Photo by Zoe Holling on Unsplash dan Photo by Zoe Holling on Unsplash

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.