Excuse Me, Sorry & Thank You

Pernahkah Anda mendengar keluhan bahwa anak-anak zaman now mulai kehilangan sopan santun? Unggah-ungguh mereka sudah jauh berbeda dengan anak-anak genereasi zaman old. Jangankan bersikap hormat kepada yang lebih tua, sekedar kata-kata permisi dan maaf-pun sudah jarang terucap. Mengapa defisit sopan santun tersebut terjadi pada generasi kita yang selama ini masyarakatnya dikenal ramah dan sopan? Adakah yang salah dalam proses pendidikan moral dan etika selama ini?

Saat kembali ke Australia dari riset lapangan di Jogja tahun 2010, saya kaget dengan perubahan drastis balita seorang teman Indonesia yang juga sedang studi S3 di negeri Kangguru tersebut. Enam bulan sebelum saya menuju Jogja anak tersebut dikenal “extra aktif” yang bahkan beberapa teman menyebutnya, maaf, sebagai trouble maker: suka merebut mainan teman sebaya, usil pada yang lebih tua, dan sering “jag-jagan” lompat dari satu kursi ke kursi lain atau naik meja di ruang tamu.

Namun pagi itu saat balita tersebut diajak menjemput saya oleh orang tuanya ke bandara, saya terkesan dengan budi pekertinya. Saya mendengarkan ucapan “excuse me” saat dia lewat di depan saya, saya mendengar dia mengucapkan “sorry” saat tanpa sengaja menyenggol tangan saya, dan dia mengucapkan “thank you” saat saya memberikan sedikit oleh-oleh padanya. Lalu saya tanya ke ibunya, sejak kapan putranya berubah secara drastis. Sang ibu menjelaskan bahwa Kindergarten, taman kanak-kanak tempat anaknya belajar telah membawanya mengerti sopan santun dan bagaimana mestinya bergaul dengan orang lain secar lebih “beradab”.

Mendengar penjelasan sang Ibu, sekita itu juga pikiran saya tertuju kembali pada suasana Taman-Kanak-kanak di Indonesia. Saya teringat anak saya yang masih TK, begitu banyak ia diberi “tugas” hafalan, mulai dari nyanyian, doa-doa, hingga surat-surat pendek, namun perilakunya belum menunjukkan perubahan sopan santun yang signifikan. Bahkan kadang saya dibuat kaget sebab pulang dari “sekolah” anak saya membawa pulang “virus” kata-kata dan perilaku negatif yang dia peroleh dari teman-temanya.

Mampukah lembaga pendidikan kita membawa perubahan anak didik menjadi lebih beradab dalam bergaul dengan orang lain bedasar nilai-nilai etis yang menjadi rujukan bersama? Untuk urusan etika dasar bergaul dengan orang lain, lembaga pendidikan pra sekolah semacam TK di beberapa negara maju sudah berani menggaransi bahwa anak didik dalam waktu maksimal 6 bulan akan mampu berperilaku sopan pada orang orang lain dengan menerapkan kata-kata “excuse me”, “sorry”, dan “thank you” secara tepat.

Sementara di lingkungan kita, sering kita jumpai anak-anak yang secara kognitif luar biasa, hafal berbagai hal, namun sekedar mengucapkan “permisi”, “maaf”, dan “terimakasih” saja belum bisa. Tanpa bermaksud mengecilkan arti penting pengembangan kognitif dan berbagai hafalan tersebut, pembiasaan dan internalisasi nilai-nilai etis dan dasar-dasar sopan santun tampaknya perlu lebih diprioritaskan bagi anak-anak pada tingkat TK ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.